TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan alasan perseroan membangun Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Plumpang di tengah pemukiman padat penduduk. Hal tersebut kerap menjadi pertanyaan lantaran telah berulang kali terjadi kebakaran di area Depo Pertamina tersebut sehingga membahayakan keselamatan masyarakat. Terakhir, Depo Plumpang terbakar pada Jumat, 3 Maret lalu yang menyebabkan belasan orang meninggal.
Menurut Nicke, saat depo dibangun, daerah sekitar lokasi pembangunan adalah tanah kosong. "Sejak Pertamina melakukan pembebasan lahan pada 1971, kondisinya memang sebuah hamparan tanah kosong seluas 153 hektare," ucapnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Selatan pada Kamis, 16 Maret 2023.
Kemudian, tuturnya, Pertamina mulai membangun terminal BBM hingga mulai beroperasi pada 1974. Ia menjelaskan, area terminal di bangun di lahan seluas 70 hektare. Sedangkan sisanya, lahan kosong sekitar 82 hektare.
Namun seiring berjalannya waktu, kata dia, 82 heltare lahan kosong itu mulai berubah menjadi pemukiman. "Hingga tahun 2023 kondisinya sudah sangat padat, di mana di pagar pembatas sudah nempel penghuni warga," ucapnya.
Padahal tanah tersebut, menurutnya, dimiliki oleh PT Pertamina (Persero). Nicke menuturkan Pertamina memperoleh lahan seluas 153 hektar untuk lokasi Depo Plumpang tersebut dari PT Mastraco. Kemudian pada 1976, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menetapkan area tersebut diperuntukan sebagai instalasi minyak.
Kemudian pada 2017, Nicke mengaku sudah melakukan inventarisasi terhadap 82 hektare lahan yang kini dihuni warga itu. Prosesnya dilakukan dengan menggandeng PT Surveyor Indonesia.
Selanjutnya: Hasilnya, tercatat total warga yang tinggal ...